Sunday, September 17, 2017

PEMBERIAN YANG TULUS DAN IKLAS

Ilustrasi

Ketulusan dan pengorbanan merupakan dua keutamaan hidup yang memiliki nilai diatas segalanya. Ketulusan dan pengorbanan tak dapat dinilai dengan materi ataupun uang. Oleh karena itu seberapa pun besar bantuan yang kita berikan kepada orang yang membutuhkan tak ada nilainya jika pemberian atau bantuan itu tidak muncul dari niat yang tulus dan lahir dari hati yang mau berkorban.

Tolak ukur pemberian bantuan  berlandaskan niat yang tulus dan rela berkorban adalah memberi tanpa memperhitungkan efek timbal balik. Memberi dengan iklas itulah ketulusan. Berkorban tanpa mempertimbangkan untung rugi itulah makna ketulusan pengorbanan sejati.

Jika kita memberi agar kita mendapat pujian itu bukan ketulusan. Jika kita memberi supaya mendapatkan ucapan terima kasih itu juga bukan tentang ketulusan dan pengorbanan.

Dalam  dunia politik kita sering jumpai ketidaktulusan. Bukan hal baru jika seseorang yang mau menduduki jabatan politis tertentu tiba-tiba menjadi sinterklas. Bantu sana.  Bantu sini. Maklum ingin menarik simpati. Ia memberi supaya ia dipilih atau apapun kepentingannya. Inilah wujud pemberian yang menuntut balasan. Ia memberi supaya ia menerima. Ia menolong agar ia tertolong.

Sebenarnya memberi dalam konteks politik itu sah-sah saja. Hanya bahwa pemberian itu tidak tulus. Fatalnya berdampak pada proses demokrasi. Orang akan memilih bukan karena kehendak dan hati nuraninya tapi karena faktor balas budi atau balas jasa.

 Dalam kenyataan sosial kita juga pasti mengalami hal serupa. Bisa saja kita adalah subyek yang melakukan hal itu. Mungkin saja kita memberi karena ada niat agar kita dikenal atau kita dipuji. Jika itu yang terjadi maka kita tidak melakukan hal itu dengan tulus.

Dalam kehidupan ini banyak kisah-kisah inspiratif yang mungkin saja menjadi good teacher bagi kita dalam melakukan pemberian yang tulus.

Alkisah, pada pertengahan tahun 1970, seorang pemuda dari pendalaman Thailand mengiklaskan ginjal diambil untuk tetangga yang mengalami gagal ginjal. Dokter memvonis tetangganya tersebut akan meninggal jika tidak dilakukan pencangkokan ginjal.

Mendengar informasi tersebut sang pemuda tadi segera ke kota dan menemui pimpinan Rumah Sakit untuk memberikan ginjalnya bagi sang penderita. Kepada dokter dan pimpinan rumah sakit ia tak memberitahukan asalnya bahkan identitasnya. Bahkan kepada pasien atau keluarga pasien. Kepada warga di kampung pun ia tak pernah menceritkan tentang maksud dan tujuannya ke kota. Sesampai di kota ia juga tak menjelaskan identitas dan asalnya kepada dokter dan pimpinan rumah sakit.

"Asalkan pasien tersebut sembuh karena dia juga memiliki hak untuk hidup," katanya kepada Pimpinan Rumah Sakit yang meminta berapa harga ginjalnya.
Lalu tak beberapa lama ginjalnya pun diambil dan dipasangkan pada pasien yang nota bene adalah tetangganya tersebut. Usai dioperasi sang pemuda tadi pergi dan kembali ke kampung halamannya dan menjalankan aktivitasnya seperti biasa.

Setelah melalui proses yang panjang akhirnya pasien tersebut sembuh dan diperkenankan untuk kembali ke kampung halamannya. Namun sebelum ia meninggalkan Rumah Sakit sang pasien bertanya siapa yang mengiklaskan ginjalnya dipasangkan padanya. Namun pimpinan rumah sakit hanya menjelaskan ada seorang pemuda yang datang dan mengiklaskan ginjal tapi seluruh petugas media di rumah sakit tersebut tak tahu identitas pemuda tersebut.


Sang pasienpun kembali ke kampung halamannya dan menjalankan aktivitas sebagaimana biasanya. Sementara sang pemuda juga menjalankan kehidupannya sehari-hari dan tak pernah menceritakan kepada siapapun bahkan kepada tetangga dan keluarga tentang kisahnya tersebut hingga maut menjemputnya.

#petrusrabu
#Tulisan ini pernah dipublis di Vebma.com

No comments:

Post a Comment