Ombak Pantai Utara memecah dibibir
Pantai Waigama-Misool Utara, Kabupaten Raja Ampat sore itu. Senja mulai
beranjak keperaduannya. Sejumlah perahu nelayan berbaris rapih dibibir pantai
yang berpasir hitam tersebut.
Diantara deretan tersebut, sebuah perahu bagan dengan bodi gandeng mengambang dan bermain-main dengan ombak yang terus memecah kesunyian senja itu. Sementara disebelahnya dua bodi perahu yang sehari-harinya juga berfungsi sebagai bagan mengambang .
Diantara deretan tersebut, sebuah perahu bagan dengan bodi gandeng mengambang dan bermain-main dengan ombak yang terus memecah kesunyian senja itu. Sementara disebelahnya dua bodi perahu yang sehari-harinya juga berfungsi sebagai bagan mengambang .
Ket. foto: Bagan Nelayan Masyarakat Kampung Waigama-Raja Ampat/Foto:PR |
“Dua bodi itu milik saya. Tetapi sekarang
bukan musim untuk mencari. Karena cuaca kurang bagus dan biasanya kami hanya
mencari pada bulan Maret-Agustus tiap tahun. Bulan-bulan itu, cuaca bagus dan
biasanya cumi-cumi yang naek,” ujar Mura Malewa, seorang nelayan bagan cumi-cumi
Kampung Waigama yang setia menenami kami sore itu, Minggu 24 September 2017.
Waigama begitulah kampung itu
disebut. Sebagai pusat pemerintahan Distrik Misool Utara, Waigama menyimpan sejuta
potensi yang sangat luar biasa. Selain memiliki potensi perikanan tangkap yang sangat
luar biasa, perairan Waigama juga memiliki potensi penangkapan cumi yang luar
biasa.
Suasana Senja di Kampung Waigama (foto:PR) |
“Sebelum tahun 2014, ada ratusan
bagan nelayan dari Bima yang mencari disini. Tapi karena retribusinya tidak
bagus akhirnya aparat kampung usir mereka,” tambah Mura Malewa yang menyediakan
rumahnya bagi kami untuk bermalam selama dua malam di Kampung Waigama.
Hadirnya nelayan-nelayan luar itu
melecut motivasi mereka. Membangkitkan sebuah kerinduan. Kerinduan untuk
mengola potensinya sendiri. Namun kerinduan-kerinduan itu seperti cahaya yang terpendar dilangit-langit
nan biru.
Kerinduan itu masih seperti kunang-kunang yang menari di atas awan. Kerinduan yang mengharapkan sentuhan serius sehingga potensi yang mereka miliki benar-benar dikelola secara optimal oleh mereka. Dan mereka sendiri. Bukan orang lain. Mereka tak mau menjadi penonton. Tapi mereka adalah subyek. Pelaku utama usaha perikanan di samudera. Dilautnya sendiri.
Kerinduan itu masih seperti kunang-kunang yang menari di atas awan. Kerinduan yang mengharapkan sentuhan serius sehingga potensi yang mereka miliki benar-benar dikelola secara optimal oleh mereka. Dan mereka sendiri. Bukan orang lain. Mereka tak mau menjadi penonton. Tapi mereka adalah subyek. Pelaku utama usaha perikanan di samudera. Dilautnya sendiri.
Mura Malewa menuturkan berdasarkan
pengalaman dari nelayan-nelayan Bima, saat ini ada 10 bagan penangkap cumi-cumi
di Waigama. Usaha itu membuka lapangan kerja bagi masyarakat Waigama tetapi
juga dapat meningkatkan ekonomi keluarga dan membantu pendidikan anak-anak
dibangku sekolah dan kuliah.
“Masyarakat Waigama ini 99 % adalah
nelayan. Kami dengar banyak bantuan diberikan kepada nelayan tapi kami disini
tak pernah disentuh,” ujar Nurdin Abdul Gani salah satu tokoh masyarakat
Kampung Waigama.
Tidak saja Nurdin Abdul Gani di
Waigama, sejumlah kampung yang kami kunjungi di Wilayah Misool merindukan
harapan serupa. Mereka merindukan sarana dan prasarana penangkapan ikan yang memadai.
Bupati Raja Ampat, Abdul Faris
Umlati, SE berusaha untuk menjawab semua kerinduan itu. Melalui Dinas Kelautan
dan Perikanan, Pemda Raja Ampat berkomitmen untuk membantu para nelayan di Raja
Ampat dengan berbagai fasilitas penangkapan ikan, bahkan coldstore.
“Kita akan menjawabi ini secara
bertahap. Kalau listrik sudah masuk ke kampung-kampung maka kita juga akan
memberikan bantuan cold store sehingga hasil tangkapan bapak-ibu bisa diawetkan
sambil menunggu harga yang bagus atau bisa juga menyediakan es bagi bapak-ibu,”
tandas Abdul Faris Umlati, SE disela-sela acara tatap muka dengan masyarakat
Waigama-Distrik Misool Timur pekan kemarin.
Raja Ampat Kaya Ikan
Raja Ampat dikenal sebagai kerajaan
ikan. Bahkan julukan ini sudah mendunia.
Raja Ampat memiliki potensi
perikanan yang sangat luar biasa. Catatan Dinas Kelautan dan Perikanan Raja
Ampat menunjukkan bahwa potensi lestari perikanan tangkap perairan Raja Ampat
sebesar 590.600 ton/tahun dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan sekitar
472.000 ton/tahun. Dan selama ini perikanan tangkap tersebut 80% adalah
masyarakat Raja Ampat dan beberapa yang datang dari Kota Sorong atau pun
Kabupaten Sorong.
Menurut Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Raja Ampat, Rio Bartolomeus Imbir, S.Pi, sejauh ini
sumberdaya yang telah dimanfaatkan sekitar 38.000 ton/tahun, sehingga peluang
pemanfaatan masih sekitar 434.000 ton/tahun.
Hal tersebut merupakan kesempatan
bagi nelayan setempat untuk meningkatkan perekonomian dengan tetap menjaga
kelestarian sumberdaya perikanan
“Ini merupakan peluang investasi
yang besar bagi masyarakat Raja Ampat,” kata Rio Bartolomeus.
Lebih lanjut ia menjelaskan
perairan Raja Ampat sangat cocok kegiatan budidaya seperti budidaya ikan-ikan
karang (Kerapu dan Napoleon), rumput laut, mutiara dan teripang.Bahkan
dibeberapa distrik hampir 99 persen masyarakat Raja Ampat hidup sebagai
nelayan.
Namun potensi laut yang luar biasa
ini belum optimal dikelola oleh masyarakat. Pengelolaan hasil-hasil perikanan
Raja Ampat masih didominasi oleh pengusaha besar dan pemilik modal seperti
sejumlah pengusaha mutiara di Misool atau seputaran Waigeo. Juga pengusaha
perikanan di Sorong dan sekitarnya bahkan dari luar Sorong.
Masyarakat Raja Ampat masih
bergerak pada skala kecil dan menengah. Itupun terbatas dan bisa dihitung
dengan jari.
Masyarakat di kampung-kampung pun
masih menggunakan peralatan tangkap yang sangat tradisional. Mereka hanya
bermodalkan mata kail dan kole-kole/perahu kecil tanpa mesin untuk memancing
atau mengolah hasil laut. Dan benar-benar hanya memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Jika beruntung maka sisanya dijual untuk keperluan sekolah bagi anak-anak atau
kebutuhan lainnya. Jualnya pun kepada tengkulak yang datang dari kota dengan
harga yang tak pantas.
Mereka benar-benar kalah. Kalah
bersaing. Mereka tak berdaya diatas kekayaannya. Kalah bertempur di medan
hidupnya. Tapi begitulah hidup. Siap kuat dia menang. Hukum rimba kadang lebih
ganas di lautan.
Karena itulah tersirat garis
kerinduan di wajah mereka. Suatu kerinduan yang terpendam. Kerinduan yang masih
terpendar. Kerinduan untuk mengelola hasil laut mereka dengan cara-cara yang
pantas. Kerinduan untuk meraja di
samudera mereka sendiri. Kerinduan berdiri tegak diwarisan leluhurnya sendiri .
Kerinduan. Tetaplah kerinduan. #PetrusRabu
No comments:
Post a Comment